Prolog
Di Paris terdapat sebuah keluarga sederhana yang bahagia. Suami, istri yang sedang mengandung, 1 putra, 1 putri. Mereka beragama Katolik Roma, yang taat beribadah. Yah itulah keluarga dimana aku akan dilahirkan di dunia ini.
Ketika ibuku
melahirkan aku, dokter kandungan yang menangani aku berkata aku punya kelainan
jantung dan penyakit kanker. Aku menjalani kemoterapi untuk menyembuhkan
kankerku. Setelah menjalani kemoterapi, kanker ini memang berhasil disembuhkan
namun kelainan pada jantungku tidak. Kelainan ini dapat menghambat
pertumbuhanku, tujuh puluh lima persen aku tidak dapat tumbuh normal. Selamanya
aku akan menjadi anak kecil. Detak jantungku ketika aku dilahirkan dibawah bayi
normal dan kulitku membiru. Segala upaya dilakukan orang tuaku untuk
menyembuhkan aku. Akhirnya, dokter itu pun angkat tangan.
Waktu terus berjalan. Disaat
bayi normal bisa berbicara, aku tidak bisa. Setiap hari orang tuaku membawa aku
ke dokter anak. Seorang dokter wanita lanjut usia dengan gelar profesor
menangani aku. Dokter itu memasukkan ke dalam mulutku sebuah sendok makan dan
berkata “Ta... Ta...”. Aku hanya diam dan mataku berketip. Dokter itu melakukan
hal yang sama kepadaku setiap harinya. Berbicara tidak bisa, makan nasi pun
tidak bisa. Disaat anak lain belajar memakan nasi, mengunyahnya pelan – pelan,
aku hanya memakan bubur bayi yang halus setiap hari. Ketika aku memakan nasi,
aku selalu muntah. Orang tuaku, dan kedua kakakku sedih melihat hal itu.
Di Paris jarang turun
salju di bulan Desember, namun pada tahun itu salju turun di bulan Desember. Ayah
pergi bekerja di sebuah kantor pos. Ibu mengajak aku, kak Zephira, dan kak
Haundstone pergi ke Bois de Boulogne. Bois de Boulogne adalah sebuah taman yang indah dimana banyak
anak kecil bermain lempar bola salju, membuat boneka salju, es skating, dan
sbagainya. Selain itu banyak anak remaja berpacaran disana. Aku dan ibu duduk
di sebuah kursi kayu yang berlapiskan sedikit salju dan melihat kedua kakakku
yang sedang asyik bermain melempar bola salju.
Masa adven telah tiba,
masa dimana umat Katolik menanti kelahiran Sang Juru Selamat. Seperti biasa
keluargaku pergi ke gereja. Ibuku berdoa kepada Tuhan di gereja, sebelum ibadah
dimulai. Ketika romo berkotbah, ada seorang pria lanjut usia yang duduk di
dekat ibuku berkata, “Mengapa ada seorang malaikat sedang memegang anakmu dan
memberikan anakmu setangkai bunga mawar yang indah?”. Ibuku pun bingung.
Setelah pulang dari gereja, mujizat pun terjadi. Aku mulai bisa berbicara dan
dapat memakan nasi. Ketika aku dibawa ke dokter anak itu, dokter itu bingung
dan kemudian bertobat. Sejak saat itu, ibuku memberikan aku nama Avengelia dan
diletakkan di depan nama Sharon.
Besok harinya kami ke
Bois de Boulogne lagi. Kedua kakakku bermain, dan aku hanya melihat kedua
kakakku sedang ayik bermain bersama ibuku. “Hai, lihat ada Sinterklas!” kata
seorang gadis kecil berambut kepang. “Ho... Ho.. Ho..”. Anak – anak yang
bermain, berlarian menuju orang gemuk yang berpakaian sinterklas, termasuk
kedua kakakku. Orang itu membawa kantong besar berwarna merah. Wow! Kantong itu
penuh dengan coklat dan permen lolipop. Setiap orang yang ada di Bois de
Boulogne mendapat satu buah coklat dan satu buah permen lolipop. Melihat kedua
kakakku mendapatkannya, aku juga menginginkannya. Aku menarik perlahan – lahan
baju ibuku dan memanggil ibuku. Ibuku hanya tersenyum. Sinterklas itu datang
menemuiku dan memberikan aku dua permen lolipop. Aku tersenyum dan memegang
erat - erat permen lolipopku. Menjelang malam hari, kami pulang ke rumah..
***
Aku tahu cerita masa kecilku ketika aku
duduk di kelas 3 SD. Aku bersyukur atas kebaikan Tuhan
kepadaku. Sejak saat itu timbulah cita –
citaku untuk menjadi seorang arsitek. Aku ingin menggambar sebuah gereja yang
megah, unik, dan bagus. Setelah sketsa itu selesai, aku akan membangunnya. Aku
tidak hanya ingin menggambar greja, aku juga ingin menggambar serta membangun
sebuah rumah yang bagus untuk orang tuaku.
Keinginanku untuk menjadi seorang
desainer menjadi sangat kuat setelah aku dipuji oleh wanita dari negara
Singapura. Wanita itu bernama Lee Ying, ia menyukai desainku di salah satu game
flash. Lalu aku menambahkan dia menjadi teman facebook ku. Saat aku kelas 5 SD, ia menyarankan
aku untuk membuat sebuah website yang berisi desain – desainku di game
tersebut. Tanpa berpikir panjang, aku mengikuti sarannya. Aku membuat sebuah
blogspot tanpa mencari caranya terlebih dahulu di google. Akhirnya blogspotku pun jadi. Aku segera
memasukkan semua desain – desainku ke dalam blogspot itu. Lalu aku memberikan
link blogspotku kepada Lee Ying. Setelah melihat desain – desain yang ku
masukkan Lee Ying pun berkata, ”Fantastic!”. Aku pun mengucapkan terima kasih.
Kelas 6 SD aku belajar di
sekolah tentang cara membuat animasi di website. Pak Wibert nama guruku.
Sesampai di rumah, aku langsung mencobanya di blogspotku dan hasilnya memuaskan
hati ini.
Setelah aku lulus SD, aku melanjutkan
ke SMP katolik terkenal
di Paris. Alvon Challverto dan teman – temannya masuk di SMP Katolik itu,
namun Violyne tidak. Aku berpisah dengan Violyne. Walaupun kami tidak satu
sekolahan lagi, kami masih berhubungan baik sampai sekarang. Alvon Challverto
adalah pria pertama yang tinggal dalam hatiku. Sejak aku duduk di kelas 3 SD aku menyukai
Alvon Challverto. Namun aku tidak memberi tahunya, aku takut dibilang wanita
murahan. Selain itu aku takut melukai perasaan sahabatku, Violyne Demnest. Ketika
kelas 3 SD, Violyne juga menyukai Alvon Challverto. Tanpa
disadari ujian negara datang menghampiriku. Dihari yang sama, Alvon menyatakan
cintanya kepadaku. Rasanya seperti mimpi Alvon menyatakan cintanya kepadaku.
Aku lulus dengan nilai minimum karena aku memikirkan Alvon setiap hari. Namun
betapa sakitnya hatiku ketika aku tahu aku hanya sebagai pelampiasan amarahnya.
Aku kesulitan untuk melupakan Alvon, cinta pertamaku. Akhirnya aku dapat melupakannya. Kantor pos
dimana ayah bekerja telah mengalami kerugian besar, semua pegawai di PHK. Melihat keadaan
ekonomi ini, ayah memutuskan untuk pindah ke Indonesia. Aku melanjutkan
pendidikan SMA ku di Indonesia.
***
Aku mengikuti OSPEK selama 2 hari di
sekolah baruku. Di hari terakhir para murid baru menjalani OSPEK, kami disuruh
meminta tanda tangan semua orang yang kami menemui. Aku bersama Jessica, teman TK ku menuju kak
Loreta. Kak Loreta bertanya padaku tentang cita – citaku dan alasan aku memilih
cita – cita itu. Aku menjawab, “Cita – citaku menjadi seorang
arsitek. Karena aku ingin menggambar dan mendirikan gereja”. Kak Loreta
memujiku dan menandatangani kertas yang kuberikan kepadanya. Tiba saatnya
pemilihan jurusan. Kak Haundstone melarang aku untuk masuk di jurusan IPA, maka ku pikir daripada nanti terjadi "Perang Dunia ke
3" lebih baik aku turuti saja dan menikmati berjalan waktu. walau ku tak
tahu jurusan apa yang akan aku ambil di masa yang akan mendatang.
No comments:
Post a Comment